wayang beber

GUNUNG KIDUL, KOMPAS.com — Wayang beber peninggalan masa Keraton Kasunan Surakarta saat Sunan Paku Buwono II memimpin pada 1727 dipentaskan untuk memeriahkan Festival Desa Budaya 2010 di Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (23/10/2010).

“Wayang beber yang dipentaskan dalam acara Festival Desa Budaya di Desa Bejiharjo, Gunung Kidul, tersebut merupakan wayang beber asli peninggalan Kasunan Surakarta pada masa kepemimpinan Sunan Paku Buwono II ketika masih berada di Kartasura pada 1727 Masehi,” kata Ketua Sanggar Pedalangan Pajeksan Slamet Haryadi di Gunung Kidul.

Slamet mengatakan, sejarah keberadaan wayang beber tersebut bermula ketika terjadi perang pecinan dibantu Raden Notokusumo dengan Kasunanan Surakarta yang mengakibatkan penjaga pusaka keraton melarikan diri dengan membawa pusaka keraton, termasuk wayang beber tersebut.

“Wayang beber milik Kasunanan Surakarta yang dibawa lari ketika terjadi perang Pecinan ada dua, dan saat ini yang satu berada di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan satunya yang disimpan di Dusun Gelaran II, Desa Bejiharjo. Jadi, di Indonesia hanya ada dua wayang beber yang asli,” katanya.

Sementara itu, dalang wayang beber, Ki Narmanto Hadi Kusumo, mengatakan bahwa wayang beber dilestarikan secara turun-temurun di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, dan saat ini sudah merupakan generasi ke-10.

“Wayang beber kami lestarikan secara turun-temurun, dan saya saat ini merupakan generasi ke-10 yang menjaga wayang beber tersebut,” katanya.

Dia mengatakan, wayang beber yang dijaga di rumahnya tersebut merupakan peninggalan asli keraton kasunanan Surakarta sehingga perlu sebuah duplikasi untuk pementasan dalam rangka demi menjaga keutuhan wayang beber.

“Wayang beber saat ini kondisinya sudah mulai rusak, di lembar bagian tepinya. Itu karena termakan usia. Dikhawatirkan akan semakin parah kalau dimainkan secara terus-menerus. Untuk itu, perlu adanya duplikasi yang khusus untuk pementasan,” katanya.

Wayang beber terdiri atas empat lembar gulungan yang terbuat dari kulit kayu pohon melinjo. Wayang ini dipentaskan oleh dalang dengan cara ditunjuk dan dibantu dua parogo yang bertugas memegangi dua ujung gulungan wayang beber di sisi kanan dan kiri. Wayang ini berbeda dengan wayang purwa yang cukup dimainkan oleh satu dalang.

“Perbedaan wayang beber dengan wayang purwa adalah dalam bentuk dan cara pementasan. Dalang wayang beber ketika pementasan dengan cara menunjuk gambar tokoh wayang yang tergambar di setiap lembarnya,” kaatnya.

Setiap lembar wayang beber berisikan empat adegan sehingga secara keseluruhan berjumlah sebanyak 16 adegan dengan lakon Ki Remeng Mangunjoyo.

“Wayang beber secara keseluruhan bercerita tentang kisah cinta antara Raden Panji Asmara Bangun dan Dewi Sekar Taji,” katanya.

Ki Narmanto mengatakan, durasi waktu yang digunakan untuk mementaskan wayang beber hanya satu jam tiga puluh menit dan dimainkan oleh 12 orang, termasuk dalang dan parogo.

Dia mengatakan, pementasan wayang beber bukan hanya berlangsung di dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, melainkan juga sudah sampai ke Bali, bahkan sampai ke luar negeri, yaitu di negara Swiss. Satu kali pementasan biasanya diberi upah minimal Rp 3 juta.

“Kami kalau berbicara tentang upah pementasan kok malu, tapi rata-rata sekali pentas diberi honor Rp 3 juta,” katanya.

Penulis : Jodhi Yudono | Editor : Jodhi Yudono
(http://oase.kompas.com/read/2010/10/24/16201963/Wayang.Beber.di.Festival.Desa.Budaya)

2 Komentar (+add yours?)

  1. arif
    Jan 19, 2011 @ 09:24:25

    siiipppppppp

    Balas

Tinggalkan komentar